Persahabatan dan persaudaraan adalah hal yang sangat berharga dalam hidup kita. Karena ia begitu berharga, maka sudah sepatutnya kita menjaga jalinan persahabatan tersebut agar tetap baik bahkan menjadikan hubungan persahabatan itu sebagai sebaik-baiknya persahabatan yang dengan jalinan itulah kita dapat mendapatkan naungan Allah SWT di hari akhir nanti dimana tidak ada lagi naungan selain dariNya.
Hubungan seperti apa yang dimaksud?
Hubungan seperti apa yang dimaksud?
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Allah berfirman pada Hari Kiamat, “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim; Shahih)
Allah berfirman pada Hari Kiamat, “Dimanakah orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku pada hari ini? Aku akan menaungi mereka dalam naungan-Ku pada hari yang tiada naungan kecuali naungan-Ku.” (HR. Muslim; Shahih)
Dalam kitab Ihya’ ‘Ulum al Din, Imam Al-Ghazali membatasi hak-hak persahabatan dalam beberapa poin yang terangkum sebagai berikut :
1. Hak dalam Harta
Rasulullah SAW, mengajarkan kita untuk berbagi atas harta kita kepada orang-orang terdekat terlebih dahulu baru kepada fakir miskin. Bahkan Ali bin Abu Thalib pernah berkata, “Dirham yang aku berikan untuk saudaraku karena Allah lebih aku cintai daripada menyedekahkan dirham itu kepada orang miskin.”, Ali juga pernah berkata, “Membuat makanan dalam satu bejana dan mengundang saudara-saudaraku, karena Allah, untuk memakannya bersama, lebih aku cintai daripada memerdekakan seorang budak.”
Rasulullah SAW, mengajarkan kita untuk berbagi atas harta kita kepada orang-orang terdekat terlebih dahulu baru kepada fakir miskin. Bahkan Ali bin Abu Thalib pernah berkata, “Dirham yang aku berikan untuk saudaraku karena Allah lebih aku cintai daripada menyedekahkan dirham itu kepada orang miskin.”, Ali juga pernah berkata, “Membuat makanan dalam satu bejana dan mengundang saudara-saudaraku, karena Allah, untuk memakannya bersama, lebih aku cintai daripada memerdekakan seorang budak.”
2. Membantu Kebutuhannya
Allah SWT dengan kebijaksanaanNya, telah mengatur rezeki untuk seluruh makhluk berbeda-beda. Seseorang bisa melakukan suatu pekerjaan sedangkan yang lainnya tidak. Disinilah kita dituntut untuk bisa saling membantu dan menutupi kekurangan satu sama lain. Ketika sahabat kita sedang membutuhkan bantuan kita, sebaiknya kita membantunya semaksimal mungkin yang kita bisa.
Allah SWT dengan kebijaksanaanNya, telah mengatur rezeki untuk seluruh makhluk berbeda-beda. Seseorang bisa melakukan suatu pekerjaan sedangkan yang lainnya tidak. Disinilah kita dituntut untuk bisa saling membantu dan menutupi kekurangan satu sama lain. Ketika sahabat kita sedang membutuhkan bantuan kita, sebaiknya kita membantunya semaksimal mungkin yang kita bisa.
3. Memilih Diam atau Bicara.
Diam adalah suatu pilihan. Seringkali sahabat kita mencurahkan isi hatinya kepada kita dengan penuh rasa percaya. Maka, dalam hal ini kita dihadapkan kepada dua pilihan, yakni diam untuk menjaga aibdan rahasianya atau berbicara. Walau begitu, ada saatnya kita sebaiknya memilih untuk berbicara untuk membela sahabat kita dihadapan orang-orang yang sekiranya menjatuhkannya dan dengan itu kita dapat menyenangkan hatinya.
Diam adalah suatu pilihan. Seringkali sahabat kita mencurahkan isi hatinya kepada kita dengan penuh rasa percaya. Maka, dalam hal ini kita dihadapkan kepada dua pilihan, yakni diam untuk menjaga aibdan rahasianya atau berbicara. Walau begitu, ada saatnya kita sebaiknya memilih untuk berbicara untuk membela sahabat kita dihadapan orang-orang yang sekiranya menjatuhkannya dan dengan itu kita dapat menyenangkan hatinya.
4. Hak untuk Berbicara
Dalam hal persahabatan perlu adanya saling bicara dan berkomunikasi untuk saling bertukar informasi, motivasi dan nasehat. Hal-hal ini dapat memperkokoh jalinan persahabatan selama semua pembicaraan itu tidak dilakukan secara berlebihan. Namun perlu diperhatikan juga, bagaiman adab kita berbicara terutama menasehati sahabat kita. Imam Syafi’i berkata, “Siapa saja yang menasehati saudaranya secara sembunyi-sembunyi, ia telah berhasil menasehati dan meluruskannya. Barang siapa menasehati saudaranya secara terang-terangan, ia telah mempermalukan serta merendahkannya.”
Dalam hal persahabatan perlu adanya saling bicara dan berkomunikasi untuk saling bertukar informasi, motivasi dan nasehat. Hal-hal ini dapat memperkokoh jalinan persahabatan selama semua pembicaraan itu tidak dilakukan secara berlebihan. Namun perlu diperhatikan juga, bagaiman adab kita berbicara terutama menasehati sahabat kita. Imam Syafi’i berkata, “Siapa saja yang menasehati saudaranya secara sembunyi-sembunyi, ia telah berhasil menasehati dan meluruskannya. Barang siapa menasehati saudaranya secara terang-terangan, ia telah mempermalukan serta merendahkannya.”
5. Memaafkan Kekhilafan
Setiap manusia di dunia tidak ada yang sempurna, begitupun dengan sahabat kita. Terlebih karena kita sudah sangat akrab dengan sahabat kita, aibnya pun banyak yang tidak luput dari pengetahuan kita dan terkadang kita kecewa pada sahabat kita tersebut. Atau terkadang ia khilaf telah melakukan suatu kesalahan yang menyakiti hati kita. Sahabat! Bukankah memaafkan kesalahan orang lain itu adalah perbuatan yang sangat mulia?
Setiap manusia di dunia tidak ada yang sempurna, begitupun dengan sahabat kita. Terlebih karena kita sudah sangat akrab dengan sahabat kita, aibnya pun banyak yang tidak luput dari pengetahuan kita dan terkadang kita kecewa pada sahabat kita tersebut. Atau terkadang ia khilaf telah melakukan suatu kesalahan yang menyakiti hati kita. Sahabat! Bukankah memaafkan kesalahan orang lain itu adalah perbuatan yang sangat mulia?
6. Hak Kesetiaan dan Keikhlasan
Dalam bersahabat kita harus dengan niat yang tulus dan ikhlas, bukan bersahabat karena dia tampan atau cantik, karena dia kaya ataupun yang lainnya. Maka bersahabatlah karena Allah semata, dimana persahabatan itu berpijak kepada kebenaran yang hakiki, hanya karena Allah semata. Dan harus juga setia, kita harus bisa menjadi sahabat yang baik bagi sahabat kita dimana kita tidak hanya berada disampingnya ketika ia senang namun dapat menemaninya dan menguatkannya dalam keadaan sedih dan susah.
Dalam bersahabat kita harus dengan niat yang tulus dan ikhlas, bukan bersahabat karena dia tampan atau cantik, karena dia kaya ataupun yang lainnya. Maka bersahabatlah karena Allah semata, dimana persahabatan itu berpijak kepada kebenaran yang hakiki, hanya karena Allah semata. Dan harus juga setia, kita harus bisa menjadi sahabat yang baik bagi sahabat kita dimana kita tidak hanya berada disampingnya ketika ia senang namun dapat menemaninya dan menguatkannya dalam keadaan sedih dan susah.
7. Hak Meringankan Beban, Tidak Membebani atau Terbebankan
Meringankan beban sahabat cukup dengan tidak membebani apapun padanya. Hal-hal yang berat akan membebani sahabat kita walaupun terkadang ia masih bisa bermuka manis dan ramah merespon permintaan kita. Hal-hal yang terkadang kita lalaikan dapat menyakiti hatinya tanpa kita sadari. Jadi sebisa mungkin ketika kita memang membutuhkan bantuannya, jangan sampai membebani dia dan membuatnya tidak enak hati untuk menolak kita.
Meringankan beban sahabat cukup dengan tidak membebani apapun padanya. Hal-hal yang berat akan membebani sahabat kita walaupun terkadang ia masih bisa bermuka manis dan ramah merespon permintaan kita. Hal-hal yang terkadang kita lalaikan dapat menyakiti hatinya tanpa kita sadari. Jadi sebisa mungkin ketika kita memang membutuhkan bantuannya, jangan sampai membebani dia dan membuatnya tidak enak hati untuk menolak kita.
Semoga kita dapat mengamalkan itu semua, menjalani kewajiban-kewajiban dan memenuhi hak-hak dalam persahabatan yang kita jalin, agar tercipta suasana yang harmonis dan penuh dengan cinta kasih antara sesama kita.
Referensi:
Kitab Ihya’ ‘Ulum al Din (Imam Al Ghazali)
Belajar Bersahabat, Terjemah : Kayfa Taj’al al-Nas Yuhibbunak ( Ahmad Mahmud Faraj)
Kitab Ihya’ ‘Ulum al Din (Imam Al Ghazali)
Belajar Bersahabat, Terjemah : Kayfa Taj’al al-Nas Yuhibbunak ( Ahmad Mahmud Faraj)